Pelatihan Kompetensi Pembina LPKA Kelas II Jakarta

Pembicara dan peserta workshop online "Pelatihan Keterampilan Sosial Dalam Mengatasi Kecemasan Sosial Anak yang Berhadapan dengan Hukum bagi Pembina LPKA Kelas II Jakarta

Anak yang berhadapan dengan hukum menghadapi berbagai masalah kesehatan mental yang serius. Hal itu akan membuat mereka memiliki kemampuan sosial yang buruk. Sayangnya, masih banyak pembina Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) belum memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup. Khususnya, yang berkaitan dengan upaya pengembangan kemampuan sosial.

Menanggapi kondisi tersebut, Program Kerja Sama Pengabdian Masyarakat-Dosen Magister Bimbingan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta (FIP UNJ) menggelar workshop bertajuk “Workshop Pelatihan Keterampilan Sosial dalam Mengatasi Kecemasan Sosial Anak yang Berhadapan dengan Hukum bagi Pembina LPKA Kelas II Jakarta”. Diselenggarakan secara daring pada 4 dan 12 Oktober 2021, acara ini menghadirkan dua dosen dari UNJ, Dr. Susi Fitri dan Dr. Eka Wahyuni.

Dalam paparannya, Susi Fitri menitikberatkan persoalan pada masalah kesehatan mental anak yang berhadapan dengan hukum. Susi, antara lain, menjelaskan faktor-faktor risiko dan faktor-faktor protektif kriminalitas pada remaja beserta dampaknya bagi remaja. Selain itu, ia juga menjelaskan isu-isu kesehatan mental yang dihadapi oleh remaja yang terlibat dalam hukum.

Sementara, Eka Wahyuni menjelaskan mengenai isu kecemasan sosial, faktor-faktor yang mempengaruhi, dan berbagai teknik yang bisa digunakan untuk mengatasi isu kecemasan sosial. Lebih lanjut, Eka juga memaparkan mengenai bentuk-bentuk keterampilan sosial yang perlu dikembangkan oleh anak didik (andik) yang mengalami kecemasan sosial, serta bagaimana langkah-langkah mengembangkannya.

Untuk diketahui, ada banyak masalah yang dihadapi oleh pembina dalam melakukan pembinaan. Di antaranya, kesenjangan kemampuan komunikasi dari para andik. Biasanya, hal ini disebabkan oleh kekhawatiran andik mengenai situasi yang mereka hadapi. Selain itu, pembina juga kerap mengalami kesulitan melakukan pendekatan ke beberapa andik karena ketertutupan mereka.

Belum lagi kesibukan para pembina dengan berbagai tugas lain. Dengan demikian, para pembina dan hanya memiliki waktu yang terbatas untuk mengunjungi blok tempat andik. Kondisi ini diperparah dengan tidak dimilikinya dasar-dasar konseling oleh pembina. Akibatnya, pembina mengalami kesulitan untuk memberikan saran-saran kepada para andik.

Melalui workshop ini, dosen-dosen UNJ ingin menekankan bahwa para pembina LPKA merupakan pengganti orang tua dan sekaligus guru bagi anak didik. Untuk itu, meningkatkan profesionalisme para pembina LPKA merupakan bagian penting dalam menjalankan fungsi ini. Tujuannya, agar anak tidak kembali masuk pembinaan di masa yang akan datang. Para pembina juga perlu memahami isu kesehatan mental yang membuat anak didik terlibat dalam kriminalitas sekaligus mengetahui metode yang berpusat pada anak untuk mengatasi hal tersebut.

Kepala LPKA Kelas II Jakarta Medi Oktaviansyah menyambut baik dan sangat mengapresiasi pelatihan ini. “Pelatihan ini sangat penting, karena selama ini pelatihan banyak diberikan kepada anak-anak baik yang sifatnya keterampilan maupun akademik. Namun, petugas LPKA perlu juga mendapatkan pelatihan agar mendapat kompetensi yang memadai. Jadi, sasaran pelatihan ini sangat tepat, agar petugas pembinaan yaitu wali yang selama ini learning by doing bisa mendapatkan pelatihan yang menambah kapasitas agar bisa memberikan layanan pada anak-anak didik,” ujar Medi dalam sambutannya.

Lebih dari 80% peserta sangat puas dengan media dan pelayanan yang diberikan penyelenggara workshop. Mereka sangat berharap, workshop dan bimbingan penelitian seperti ini bisa diadakan kembali di kesempatan yang akan datang.