Opini  

Berlomba-lomba Membangun Masjid Megah, untuk Siapa?

Dr. Syarief Makhya

Oleh Syarief Makhya

Gubernur Jabar diujung tahun 22 meresmikan Masjid Al-Jabbar di Gedebage Bandung. Masjid dengan luas 25, 997 hektare dibangun dengan sangat megah menelan biaya sekitar satu trilyun, sebelumnya di Solo juga didirikan masjid Raya Sheikh Zayeh Al Nahyan.

Jika diperhatikan hampir setiap provinsi dibangun masjid besar, megah dan dengan biaya yang sangat mahal, sebut saja Masjid An-Nur (Riau), Masjid Raya Baiturrahman (Aceh), Masjid Islamic Center Samarinda (Kalimantan Timur), Masjid Agung (Jawa Tengah), Masjid At-Tin (Jakarta Timur), Masjid Kubah Emas (Depok), Masjid Nasional Al-Akbar (Jawa Timur). Di Bandar Lampung konon juga akan dibangun masjid besar dan megah. Terkesan umat Islam sedang berlomba-lomba untuk bangun masjid besar dan megah.

Apakah di daerah itu kekurangan masjid untuk beribadah? tentu saja tidak, karena hampir setiap gang, jalan bahkan dengan jarak antar RT saja kita akan temukan ada masjid kendati dalam ukuran yang tidak terlalu besar dan sederhana. Untuk sekedar menampung jamaah umat Islam untuk shalat Juma’at, shalat berjamaah atau acara peringatan hari raya besar Islam bisa tertampung dan sejauh ini tidak ada persoalan yang berarti tentang keberadaan masjid.

Lalu untuk apa dibangun masjid besar dan megah itu? bagi seorang muslim andaikan saja ada yang keberatan atau melarang dibangun masjid megah dan besar, hampir dipastikan akan diprotes banyak orang, di label tidak pro Islam, atau mungkin saja dikategorikan orang sekuler. Sejauh ini nyaris tidak ada orang yang memberikan kritik terhadap pembangunan masjid megah dengan biaya mahal tersebut.

Jika kita pertanyakan motip apa dibangun masjid besar dan megah? pasti jawabannya untuk ibadah. Namun, bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan ibadah tetapi sekarang ada kecenderungan masjid juga tempat untuk rekreasi rohani, tempat jamaah untuk istirahat sejenak, simbol bangunan ibadah, dan sebahagian di luar area masjid ada yang menyediakan fasilitas untuk berbelanja peralatan sholat, seperti sajadah, baju muslim, tasbih, minyak wangi dsb.

Alasan lain, dibangun masjid besar untuk memanfaatkan lahan pemerintah, daripada dipakai tempat nongkrong anak-anak remaja, dipakai untuk maksiat atau tempat kuliner.

Jadi, dengan berbagai alasan membangun masjid besar dan megah tujuan dan motipnya akan dinilai baik, dan lebih banyak manfaatnya. Persepsi publik terutama bagi umat Islam akan positif, semua warga masyarakat akan cenderung mendukungnya.

Namun, patut dipertanyakan bahwa bangun masjid besar dan megah, bukan menjadi ukuran kalau umat Islam sudah sejahtera dan semakin kecilnya masyarakat muslim yang dikategori miskin. Jumlah dana untuk bangun masjid yang sebagian besar bersumber dari dana jamaah masjid atau donatur kenapa tidak diprioritaskan digunakan untuk membantu masyarakat muslim yang ekonominya lemah, sebagaimana dijelaskan dalam suarat Al-Maun bahwa umat Islam untuk selalu berbuat amal sosial dan mereka yang mengabaikan anak yatim dan tak berusaha mengentaskan masyarakat dari kemiskinan sebagai pendusta agama. Praktik-praktik ritual keagamaan menjadi tidak berarti apabila para pelakunya memilih untuk berdiam diri apabila melihat masalah-masalah yang ada di masyarakat.

Realitas Masjid

Pada prinsipnya membangun masjid besar dan megah tidak ada yang melarangnya, tetapi perlu potensi dana yang ada dalam umat Islam perlu juga dikelola untuk kepentingan menjawab problem umat Islam antara lain masalah keterpurukan ekonomi, kebutuhan untuk berobat dan menjaga kesehatan, kebutuhkan untuk menyekolahkan golongan masyarakat yang tidak mampu, membantu kelayakan bangunan rumah, dsb.
Dengan demikian seperti diajarkan dalam teologi surat Al-Maun praktik ritual memiliki makna apabila peduli dengan masalah-masalah umat yang ada dalam masyarakat.

Selain itu, jika dicermati pengelolaan masjid sejauh ini belum optimal. Manajemen masjid masih sebatas mengatur perencanaan sholat, puasa, zakat, pengajian rutin dan shalat berjamaah. Jumlah Jamah yang ikut sholat lima waktu paling banyak rata-rata 2-3 shaf, masjid tidak dipakai sebagai ruang publik untuk mendiskusikan masalah umat Islam, atau mengkritisi kebijakan – kebijakan pemerintah yang tidak menguntungkan umat Islam, masjid juga sangat minim untuk bahas bagaimana memberdayakan ekonomi umat Islam. Sebagian besar tema-tema diskusi atau pengajian di masjid lebih banyak membahas masalah fiqih ibadah yang relatif tidak mencerahkan.

Jadi, alangkah sempurnanya kalau membangun masjid yang megah dan besar diikuti dengan manajemen masjid yang lebih komprehensif, tidak sebatas untuk memenuhi simbol agama atau untuk shalat berjamaah saja, tetapi masjid menjadi pusat pemberdayaan umat, pusat kegiatan keagamaan yang mencerahkan, pusat pengembangan ilmu, dan pusat memecahkan persoalat umat.

Juga, membangun masjid besar dan megah bisa menumbuhkan etos kerja umat Islam yang gigih, kerja keras, kaya gagasan dan disiplin sehingga agama berkontribusi dalam peningkatan sumber daya manusia yang unggul dan kompetitif.

Persoalan penting, kecenderungan sekarang ini bahwa dinamika perkembangan sosial, ekonomi, politik, budaya di Indonesia serta perkembangan global akan terus berubah, perubahan itu antara lain arahnya pada pembentukan nilai-nilai universal. Implikasinya, agama pada akhirnya hanya dibicarakan dan keberadaannya ada dalam tataran keluarga dan komunitas masyarakat Islam yang terbatas. Bagaimana pendapat Anda?
_________________
* Dr. Syarief Makhya, staf pengajar FISIP Universitas Lampung